Selasa, 30 Desember 2025

Dana Rp6,1 Triliun Raib akibat Penipuan, OJK: Seharusnya Bisa Dorong Ekonomi Daerah


 Dana Rp6,1 Triliun Raib akibat Penipuan, OJK: Seharusnya Bisa Dorong Ekonomi Daerah Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), di Jakarta, Jumat (10/10/2025).ANTARA/Muhammad Heriyanto

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti besarnya potensi ekonomi daerah yang hilang akibat maraknya kasus penipuan digital di Indonesia. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica

Widyasari Dewi, mengungkapkan bahwa total kerugian masyarakat akibat penipuan mencapai Rp6,1 triliun.

“Total kerugian mencapai Rp6,1 triliun dana masyarakat yang hilang akibat scam dan fraud. Padahal, kalau dana-dana itu bisa masuk ke sektor keuangan formal, tentu akan bisa menggerakkan ekonomi di daerah,” ujar Friderica di Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Data Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) menunjukkan, sejak November 2024 hingga 30 September 2025 telah masuk 274.772 laporan penipuan. Dari jumlah itu, 443.235 rekening dilaporkan terlibat, dan 87.819 rekening sudah diblokir.

Total dana korban yang berhasil diblokir mencapai Rp374,2 miliar, sedangkan kerugian yang dilaporkan mencapai Rp6,1 triliun.

Penipuan Digital Jadi Tantangan Global

Friderica menjelaskan bahwa fenomena penipuan digital atau scam bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga menjadi tantangan global yang dapat menggerus kepercayaan publik terhadap sistem keuangan.

Untuk meminimalkan jumlah korban, OJK terus memperkuat literasi keuangan dan inklusi finansial masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran investasi maupun transaksi mencurigakan.

Literasi Keuangan Terkait Langsung dengan Kesejahteraan

Menurut Friderica, hasil studi dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan adanya korelasi positif antara literasi dan kesejahteraan masyarakat.

“Ada satu studi dari OECD yang membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat literasi dan inklusi keuangan suatu negara, maka semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakatnya. Jadi, literasi ini bukan hanya mencegah penipuan, tapi juga membuka peluang ekonomi yang lebih luas,” jelasnya dikutip Antara.

Saat ini, indeks literasi keuangan Indonesia mencapai 66,4 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan berada di angka 80,51 persen.

Kolaborasi Daerah untuk Tingkatkan Akses Keuangan

Untuk mempercepat peningkatan literasi dan inklusi, OJK menggandeng berbagai pihak melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).

Berbagai program telah dijalankan, di antaranya:

  • Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan) yang telah menjangkau lebih dari 100 juta peserta di seluruh Indonesia.
  • Program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR) dengan capaian 58,32 juta rekening.
  • Laku Pandai (branchless banking) yang sudah hadir di lebih dari 72 ribu desa untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal.

Friderica pun mengajak kepala daerah di seluruh Indonesia untuk terus memperkuat inovasi dan kolaborasi dalam sektor keuangan demi mendorong kesejahteraan masyarakat.

“Mari menjadi pemimpin tangguh yang menuntun daerahnya menuju pembangunan berkelanjutan, demi kemakmuran bersama. Bersama TPAKD, kita pasti bisa mencapai itu,” tutup Friderica.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru