Selasa, 30 Desember 2025

Luhut Buka Suara soal Sejarah Pembangunan Bandara IMIP Morowali


 Luhut Buka Suara soal Sejarah Pembangunan Bandara IMIP Morowali Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. ANTARA/Imamatul Silfia/aa.

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, akhirnya memberikan penjelasan mengenai asal-usul dan perjalanan pembangunan bandara yang berada di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah. Bandara tersebut menjadi salah satu simpul penting dalam pengembangan industri dan program hilirisasi nasional yang kini menjadi fondasi ekonomi berbasis nilai tambah.

“Sebagai mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, saya bertanggung jawab atas perencanaan dan pengembangan investasi nasional selama kurang lebih sebelas tahun,” ungkap Luhut dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/12/2025).

Luhut mengenang masa ketika ia masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Selama lebih dari satu dekade, ujarnya, ia terlibat langsung dalam perencanaan besar yang bertujuan mengubah cara Indonesia mengelola sumber daya alam—bukan hanya menjual bahan mentah, tetapi mengolahnya agar memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Gagasan tersebut sebenarnya sudah muncul sejak 2001 saat ia berada di Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Titik baliknya terjadi ketika kawasan industri Morowali mulai dibangun pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemudian diresmikan dan berkembang pesat pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dari situlah muncul dorongan kuat bahwa Indonesia harus berani mengambil langkah hilirisasi.

“Salah satu tonggak awalnya adalah pembangunan kawasan industri Morowali yang dimulai pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan pada era Presiden Joko Widodo. Dari situlah lahir pemikiran bahwa Indonesia tidak boleh terus mengekspor bahan mentah,” ujar dia.

Namun, perjalanan menarik investasi tidak selalu mulus. Luhut menyebut salah satu tantangan terbesar adalah mencari negara yang siap masuk dengan modal, teknologi, serta pasar yang mumpuni. Setelah melalui berbagai kajian, Tiongkok menjadi pihak yang paling siap menjalin kerja sama strategis.

Dengan persetujuan Presiden Jokowi, Luhut kemudian bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan tawaran investasi dalam proyek industri hilirisasi. Tahap awalnya dimulai dengan penghentian ekspor nickel ore, yang sebelumnya hanya menghasilkan sekitar 1,2 miliar dolar AS per tahun. Ia mengakui dua hingga tiga tahun pertama tidak akan mudah, namun manfaat jangka panjangnya diyakini jauh lebih besar.

“Atas izin Presiden Joko Widodo, saya bertemu Perdana Menteri Li Qiang untuk menyampaikan permintaan Indonesia agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi,” katanya.

Progresnya berjalan cepat. Dalam waktu sebulan, Tiongkok menyatakan komitmen untuk masuk dan mengembangkan industri hilirisasi di Morowali. Dari bahan mentah yang dahulu hanya diekspor, kini berubah menjadi produk bernilai tinggi seperti stainless steel, precursor hingga cathode—komponen utama dalam rantai industri global.

“Namun setelah melalui pembahasan mendalam, saya mengusulkan secara formal hilirisasi kepada Presiden (Joko Widodo). Saya sampaikan bahwa dua hingga tiga tahun pertama akan berat, tetapi setelah itu manfaatnya akan terlihat jelas,” ujar Luhut.

Hasilnya terbukti signifikan. Pada 2024, ekspor hilirisasi berbasis nikel mencapai 34 miliar dolar AS, dan diperkirakan meningkat menjadi 36–38 miliar dolar AS pada 2025. Angka ini menjadi bukti bahwa hilirisasi bukan hanya rencana di atas kertas, melainkan mesin ekonomi yang kini berputar nyata.

“Tentu dalam perjalanannya terdapat banyak tantangan. Tetapi setiap keputusan kami buat melalui proses yang terpadu, transparan, dengan perhitungan untung-rugi yang jelas, dan yang menjadi titik pijak utama saya adalah kepentingan nasional,” ujar Luhut dikutip Antara.

Luhut menegaskan bahwa setiap langkah pembangunan dilakukan melalui perhitungan matang, transparan, dan berorientasi pada kepentingan nasional. Dalam kerja sama dengan mitra internasional, termasuk Tiongkok, pemerintah menetapkan sejumlah syarat utama—mulai dari penggunaan teknologi terbaik, penyerapan tenaga kerja lokal, hingga transfer teknologi yang memastikan peningkatan kapasitas industri dalam negeri secara berkelanjutan.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru