Loading
Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid (Allisa Wahid) , aktivis sosial, Direktur Nasional di Gusdurian Network Indonesia (GNI). (Foto: Istimewa)
GLOBAL HARMONY | HARMONY LEADERS
DI TENGAH wacana identitas yang semakin bising, Indonesia masih memiliki sosok yang berdiri tenang—menjembatani perbedaan dengan pendekatan manusiawi. Namanya Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, putri pertama Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sekaligus salah satu figur perempuan paling konsisten memperjuangkan dialog lintas iman, keadilan sosial, dan pluralisme di Indonesia.
Ia tidak hadir sebagai “pewaris trah besar” semata. Alissa tumbuh sebagai psikolog, aktivis, dan penggerak komunitas yang selama lebih dari satu dekade memimpin Gusdurian Network Indonesia (GNI)—sebuah jaringan yang bekerja di akar rumput untuk memperkuat nilai kemanusiaan, kebangsaan, dan kebinekaan.
Dari Psikologi ke Gerakan Perdamaian
Latar belakang pendidikannya sebagai psikolog memberi Alissa perspektif unik: bahwa konflik, intoleransi, dan radikalisme tidak hanya lahir dari wacana besar, tetapi juga dari ruang kecil—rumah, keluarga, dan interaksi sosial sehari-hari.
Dalam banyak kesempatan, Alissa kerap menegaskan bahwa perdamaian adalah praktik keseharian, bukan serangkaian deklarasi megah. Karena itu, pendekatan GNI bukan membangun retorika, tetapi menghubungkan komunitas, membangun kelas kepemimpinan muda, hingga membuka ruang aman bagi dialog lintas iman.
Di puluhan kota, jaringan ini menjadi tempat bertemu warga—umat beragama, perempuan, anak muda, tokoh adat, hingga kelompok rentan—untuk saling berbagi pengalaman sekaligus merawat nilai keindonesiaan yang inklusif.
Perempuan dalam Arus Moderasi dan Keadilan Sosial
Perjalanan aktivisme Alissa tidak bisa dilepaskan dari isu perempuan. Dalam berbagai forum, ia menegaskan bahwa perdamaian tidak mungkin terwujud tanpa kesetaraan gender, karena perempuan selalu menjadi pihak yang paling terdampak dalam situasi konflik maupun diskriminasi.
Ia aktif membuka ruang agar perempuan tidak hanya menjadi penyintas, tetapi juga pemimpin dialog. Melalui program GNI maupun jejaring keagamaan, Alissa membangun gagasan bahwa perempuan memiliki tempat penting dalam membentuk iklim keberagaman yang sehat.
Penghargaan dan Pangakuan: Dari Indonesia untuk Dunia
Kiprah panjangnya dalam advokasi sosial dan perdamaian tak luput dari pengakuan internasional.Pada tahun-tahun sebelumnya, Alissa menerima Niwano Peace Prize Visionary Award, sebuah penghargaan bergengsi bagi tokoh yang mendorong perdamaian lintas agama.
Dan baru-baru ini, ia kembali mendapat apresiasi melalui Women in SDGs Action Award 2025—penghargaan yang diberikan kepada perempuan yang dinilai berhasil menerjemahkan agenda global pembangunan berkelanjutan (SDGs) ke dalam gerakan nyata bagi masyarakat.
Penghargaan ini semakin menegaskan bahwa peran Alissa tidak hanya relevan bagi Indonesia, tetapi juga penting bagi percakapan global tentang perdamaian, keberlanjutan, dan inklusi.
Menjaga Warisan Gus Dur, Menghadapi Tantangan Zaman Baru
Sebagai putri dari tokoh pluralisme Indonesia, Alissa sering diidentikkan dengan Gus Dur. Namun ia menapaki jalannya sendiri: merawat nilai humanisme dan kebinekaan dengan gaya kepemimpinan yang tenang, kolektif, dan berbasis komunitas.
Warisan itu tidak hanya dijaga, tetapi diperbarui. Di era polarisasi, Alissa tampil sebagai salah satu suara penyejuk—menawarkan perspektif bahwa keberagaman bukan sumber ancaman, tetapi pondasi masa depan. Baginya, Indonesia tidak mungkin berdiri tanpa saling menghormati perbedaan.
Mengapa Kisah Alissa Penting Hari Ini
Dalam lanskap dunia yang penuh dengan gesekan identitas, pembelahan politik, dan meningkatnya ketidakpercayaan, figur seperti Alissa Wahid menjadi sangat berarti. Ia mengingatkan bahwa:
Kisah Alissa adalah bukti bahwa gerakan perdamaian tidak selalu harus lahir dari tokoh publik besar—tetapi dapat tumbuh dari percakapan sederhana, pelatihan komunitas, atau jalinan relawan yang percaya pada nilai kemanusiaan.
Cahaya Tenang di Tengah Keruhnya Identitas
Dalam banyak konflik sosial, suara paling keras sering kali menjadi pusat perhatian. Namun perubahan justru sering lahir dari mereka yang bekerja tanpa banyak sorotan.Alissa Wahid adalah salah satunya.
Sosok yang tidak hanya membawa nama besar, tetapi juga bekerja membumikan gagasan perdamaian di tengah masyarakat—dengan kesabaran, konsistensi, dan keberanian moral.
Dan di tengah hiruk pikuk debat identitas, sosok seperti Alissa mengingatkan kita bahwa perdamaian tak pernah lahir dari kebisingan, melainkan dari upaya pelan tetapi pasti—menyatukan manusia dengan manusia lainnya.
Profil Singkat