Rabu, 31 Desember 2025

Indonesia Perkuat Kerja Sama Energi dengan Rusia, Fokus ke Transisi Hijau dan Net Zero 2060


 Indonesia Perkuat Kerja Sama Energi dengan Rusia, Fokus ke Transisi Hijau dan Net Zero 2060 Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Satya Hangga Yudha Widya Putra (kiri atas) berbicara dalam forum internasional, di St Petersburg, Rusia, secara hybrid, Jumat (10/10/2025). ANTARA/Dokumentasi pribadi

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Indonesia terus memperkuat langkah strategis menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 dengan membuka peluang kolaborasi energi lintas negara. Salah satu mitra yang kini menjadi sorotan adalah Rusia.

Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Satya Hangga Yudha Widya Putra, mengungkapkan bahwa Indonesia siap memperdalam kerja sama energi dengan Rusia, termasuk dengan perusahaan besar seperti Gazprom, Rosneft, dan Rosatom.

“Sebagai anggota baru BRICS dan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia terbuka untuk berkolaborasi dengan Rusia di berbagai bidang energi strategis — mulai dari penemuan gas raksasa hingga pengembangan energi nuklir dan proyek Carbon Capture Storage (CCS/CCUS),” ujar Hangga dalam forum internasional di St Petersburg, Rusia, yang digelar secara hybrid pada Jumat (10/10).

Hangga menegaskan, transformasi energi menjadi fokus utama Indonesia, tidak hanya untuk mencapai NZE 2060, tetapi juga untuk memperkuat program hilirisasi sumber daya alam di berbagai sektor.

Tantangan dan Arah Hilirisasi

Meski kaya sumber daya, Indonesia masih menghadapi tantangan klasik di sektor energi: penurunan produksi minyak mentah, ketergantungan impor minyak dan LPG, serta keterbatasan kapasitas kilang.

“Kondisi ini menyebabkan kerugian devisa hingga sekitar Rp523 triliun per tahun. Karena itu, hilirisasi menjadi agenda mendesak untuk memperkuat ketahanan energi nasional,” jelasnya.

Sebaliknya, sektor gas alam justru menunjukkan surplus, dan Indonesia masih menjadi eksportir gas aktif. Untuk menyeimbangkan kondisi tersebut, pemerintah membentuk Satuan Tugas Hilirisasi Strategis melalui Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2025, yang berfokus pada koordinasi 26 komoditas vital seperti migas, mineral, dan energi baru terbarukan.

Kolaborasi Lintas Kementerian

Hangga juga menekankan bahwa isu energi tidak dapat diselesaikan oleh satu lembaga saja.

“Jika kita ingin benar-benar mengatasi tantangan energi di Indonesia, dibutuhkan kolaborasi lintas kementerian — dari ESDM, Lingkungan Hidup, Keuangan, hingga Kelautan dan Perikanan,” ujarnya.

Salah satu contoh kerja sama lintas sektor adalah potensi keterlibatan Rosneft dalam Proyek Kilang Tuban, yang menjadi bagian penting dari upaya hilirisasi nasional.

Mendorong Transisi Hijau

Dalam forum tersebut, Hangga menegaskan komitmen Indonesia untuk menjalankan transisi energi yang berkeadilan — dengan prinsip aksesibilitas, keterjangkauan, dan keberlanjutan lingkungan.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan hingga 3.687 gigawatt (GW), namun baru dimanfaatkan sekitar 0,4 persen. Ini menjadi peluang besar bagi pertumbuhan investasi hijau dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.

Pemerintah juga terus memperluas implementasi biodiesel B40 berbasis sawit yang akan diterapkan pada 2025, dengan target B50 pada 2026. Di sisi lain, proyek CCS/CCUS diproyeksikan menjadi kunci dekarbonisasi, dengan 15 proyek yang diharapkan beroperasi sebelum 2030.

Potensi penyimpanan karbon di Indonesia bahkan diperkirakan mencapai 25,5 hingga 68,2 miliar ton CO₂ — menjadikan negara ini salah satu pemain potensial dalam ekosistem energi bersih global.

Rencana Energi Nuklir dan Teknologi Rusia

Untuk mempercepat transisi menuju NZE, pemerintah juga tengah mengkaji pengembangan energi nuklir dengan reaktor modular kecil (SMR) di wilayah Kalimantan dan Sumatera.

Menurut Hangga, keahlian perusahaan Rusia seperti Rosatom berpotensi besar dalam mendukung transfer teknologi dan peningkatan kapasitas di bidang ini.

“Kolaborasi dengan Rusia tidak hanya soal energi fosil, tetapi juga tentang bagaimana kedua negara bisa membangun masa depan energi yang lebih bersih, cerdas, dan berkelanjutan,” tegasnya.

Kerja sama energi antara Indonesia dan Rusia ini menjadi sinyal kuat bahwa arah kebijakan energi nasional kini semakin terintegrasi dengan agenda ekonomi hijau global.

Langkah tersebut bukan hanya memperkuat posisi Indonesia di BRICS, tetapi juga mempercepat tercapainya ketahanan energi dan keberlanjutan lingkungan menuju 2060.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Green Economy Insight Terbaru