Rabu, 31 Desember 2025

KPK Bongkar Satu Pengumpul Utama dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji


 KPK Bongkar Satu Pengumpul Utama dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu (kiri depan) bersama Juru Bicara KPK Budi Prasetyo (kanan depan) memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9/2025). ANTARA/Rio Feisal

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membeberkan perkembangan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji 2023–2024 di Kementerian Agama. Lembaga antirasuah itu mengungkap bahwa aliran dana dalam kasus ini bermuara pada satu orang pengumpul utama.

“Ya, pasti ujungnya pada satu orang pengumpul utama,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/9/2025).

Menurut Asep, aliran dana bermula dari sejumlah biro perjalanan haji yang menyetor uang melalui asosiasi, kemudian diteruskan kepada oknum-oknum di Kementerian Agama secara bertingkat. “Mulai dari level pelaksana, dirjen, hingga pejabat di tingkat yang lebih tinggi,” ujarnya.

KPK sebelumnya mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, usai meminta keterangan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Lembaga ini juga bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara.

Dari penghitungan awal, kerugian negara ditaksir lebih dari Rp1 triliun. KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut. Pada perkembangan selanjutnya, penyidik menduga ada 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji yang terlibat.

Selain KPK, DPR RI melalui Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji juga menemukan sejumlah kejanggalan. Salah satu sorotan utama adalah pembagian kuota tambahan haji tahun 2024. Dari 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi, Kementerian Agama membagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Pembagian itu dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi 92 persen kuota untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.

Kasus ini masih terus bergulir, dan publik menunggu langkah tegas KPK dalam menindak para pihak yang terlibat dilansir Antara.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Hukum & Kriminalitas Terbaru