Selasa, 30 Desember 2025

DE JURE Desak Kejaksaan RI Usut Tuntas Dugaan Suap di Kasus Fahrenheit


 DE JURE Desak Kejaksaan RI Usut Tuntas Dugaan Suap di Kasus Fahrenheit Ilustrasi - Gedung Kejaksaan Agung. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Democratic Judicial Reform (DE JURE) menyoroti langkah Kejaksaan RI dalam menangani kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit yang menyeret sejumlah jaksa, termasuk Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat, Hendri Antoro.

Kejaksaan Agung diketahui telah mencopot Hendri dari jabatannya setelah menerima uang sebesar Rp500 juta dari bawahannya, jaksa Azam Akhmad Ahsya, yang sebelumnya divonis sembilan tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 11 September 2025.

Namun, Kejaksaan beralasan bahwa Hendri tidak memiliki niat jahat (mens rea) dan hanya lalai, sehingga dinilai belum pantas dijerat pidana.

Dinilai Tak Serius Usut Kasus Fahrenheit

Direktur Eksekutif DE JURE, Bhatara Ibnu Reza, menilai sikap Kejaksaan Agung tersebut menunjukkan keengganan untuk menuntaskan kasus hingga ke akar.

“Kejaksaan tampak berusaha memutus rantai keterlibatan hanya pada jaksa Azam dan berupaya menghentikan penelusuran lebih lanjut. Ini bentuk perlindungan yang tidak proporsional,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (15/10/2025).

Menurut Bhatara, perlakuan tersebut menunjukkan adanya pembelaan internal terhadap pejabat yang seharusnya ikut bertanggung jawab atas dugaan penerimaan uang dari hasil tindak pidana.

Padahal, Pasal 4 huruf (i) PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS secara tegas melarang pegawai negeri sipil menerima pemberian yang berkaitan dengan tugas dan fungsi, selain penghasilan resmi.

“Menerima uang ratusan juta rupiah seharusnya bisa diduga sebagai pelanggaran serius yang berimplikasi pidana,” tegasnya.

Kritik terhadap Komisi Kejaksaan

Lebih lanjut, Bhatara juga menyoroti Komisi Kejaksaan RI yang dinilai belum menjalankan fungsi pengawasan secara optimal sesuai amanat Perpres No. 18 Tahun 2011.

“Komisi Kejaksaan seharusnya hadir sejak awal bersama korban, bukan menunggu laporan. Dalam kasus Fahrenheit, korban justru berkali-kali dirugikan karena Kejaksaan tidak menjalankan fungsi filosofisnya sebagai wakil korban,” ujarnya.

DE JURE menilai lemahnya pengawasan eksternal membuat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum semakin menurun.

Desakan Pengusutan Menyeluruh

DE JURE mendesak Kejaksaan RI untuk mengusut tuntas kasus ini secara adil tanpa tebang pilih, serta memberikan sanksi setimpal bagi semua pihak yang terlibat.

“Kejaksaan harus berhenti melindungi jaksa bermasalah. Jangan hanya menjatuhkan sanksi administratif seperti pencopotan jabatan, tetapi lakukan penegakan hukum secara menyeluruh,” tutup Bhatara.

Organisasi ini juga meminta Komisi Kejaksaan untuk memperketat pengawasan terhadap seluruh proses penanganan kasus agar tidak ada lagi upaya menutup-nutupi atau melindungi pelaku pelanggaran hukum di internal Kejaksaan.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Hukum & Kriminalitas Terbaru