Selasa, 30 Desember 2025

MK Tolak Gugatan soal Rakyat Bisa Berhentikan Anggota DPR, Ini Alasannya!


 MK Tolak Gugatan soal Rakyat Bisa Berhentikan Anggota DPR, Ini Alasannya! Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan anggota Majelis Hakim MK Arief Hidayat (kanan) memimpin sidang pembacaan putusan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/11/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/YU/pri.

JAKARTA, ARAHKITA.COM — Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak uji materi Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3) yang diajukan sekelompok pemohon terkait usulan agar rakyat memiliki hak untuk memberhentikan anggota DPR RI secara langsung. Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Jakarta, Kamis (28/11/2025).

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujarnya saat membacakan amar putusan perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025.

Hak Memberhentikan Anggota DPR Tetap Milik Partai Politik

MK menilai dalil para pemohon tidak memiliki dasar hukum kuat. Menurut majelis, sistem politik Indonesia menganut model demokrasi perwakilan, sehingga proses pemberhentian antarwaktu (recall) anggota DPR maupun DPRD masih menjadi ranah partai politik.

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan bahwa UUD 1945 Pasal 22E ayat (3) dengan tegas mengatur bahwa peserta pemilu adalah partai politik. Karena itu, sebagai konsekuensi logis, partai politik pula yang berwenang mengusulkan pemberhentian kadernya di parlemen.

Guntur menambahkan, jika hak recall diberikan langsung kepada pemilih di daerah, mekanismenya akan serupa dengan melaksanakan pemilu ulang. Hal tersebut dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum karena sulit memastikan kesesuaian pemilih yang dulu memilih dengan yang berada pada periode pemecatan.

Kekhawatiran soal Dominasi Parpol Dinilai Tidak Tepat

Mahkamah juga menilai kekhawatiran para pemohon terkait dominasi partai politik tidak sepenuhnya beralasan. MK menegaskan bahwa mekanisme pergantian anggota dewan tidak boleh dilakukan sewenang-wenang dan harus sejalan dengan ketentuan hukum, termasuk fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebagai pengawas etik parlemen.

Jika masyarakat merasa kecewa atau menilai anggota DPR tidak layak lagi menjabat, pemilih tetap dapat menyampaikan keberatan kepada partai politik untuk mempertimbangkan proses recall. Alternatif lainnya, masyarakat dapat menunjukkan sikap politiknya pada pemilu berikutnya dengan tidak memilih kembali yang bersangkutan.

MK menyatakan belum menemukan alasan kuat untuk mengubah ketentuan yang sudah pernah diputus dalam perkara sebelumnya, yakni Putusan Nomor 008/PUU-IV/2006, 38/PUU-VIII/2010, dan 22/PUU-XXIII/2025.

Diajukan Mahasiswa, Minta Rakyat Punya Hak Recall

Permohonan uji materi ini diajukan oleh lima mahasiswa — Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Mereka meminta MK menafsirkan ulang Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 sehingga pemberhentian anggota DPR tidak hanya atas usulan partai politik, tetapi juga atas permintaan konstituen di daerah pemilihan dikutip Antara.

Namun, permohonan tersebut diputus ditolak seluruhnya.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Hukum & Kriminalitas Terbaru