Loading
Mantan Presiden Peru Dina Boluarte memberikan sambutan dalam acara Indonesia-Peru Business Forum 2025 "Unlocking bilateral growth: Strengthening Indonesia-Peru Partnership through CEPA" di Jakarta, Senin (11/8/2025). /ANTARA/Cindy Frishanti/aa.
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Situasi politik di Peru kembali memanas. Pemerintah sementara negara itu resmi menetapkan status darurat di ibu kota Lima setelah gelombang protes besar-besaran yang dipimpin kalangan muda berujung bentrokan berdarah, menewaskan satu orang dan melukai lebih dari seratus lainnya.
Kerusuhan tersebut pecah usai parlemen memakzulkan mantan Presiden Dina Boluarte pekan lalu, di tengah meningkatnya amarah publik terhadap kasus korupsi dan kejahatan jalanan yang terus merajalela.
Perdana Menteri baru, Ernesto Alvarez, mengatakan kebijakan darurat akan berlaku di seluruh wilayah Metropolitan Lima sebagai upaya memulihkan ketertiban umum pasca-insiden di sekitar gedung Kongres. “Kami tidak punya pilihan lain selain melindungi warga dan menegakkan hukum,” ujarnya dalam konferensi pers.
Namun langkah ini justru memicu reaksi beragam. Banyak pihak menilai status darurat hanya akan memperburuk ketegangan sosial yang sudah tinggi.
Di tengah kekacauan itu, Eduardo Ruiz, seorang rapper berusia 32 tahun, dilaporkan tewas tertembak oleh aparat saat bentrokan terjadi pada Rabu malam. Kepolisian Nasional Peru telah menahan petugas yang diduga menembak Ruiz dan memastikan ia akan diberhentikan dari jabatannya.Sedikitnya 113 orang terluka, termasuk 84 polisi, ketika ribuan demonstran mencoba menembus barikade keamanan di sekitar pusat kota.
Aksi yang digerakkan oleh kelompok Generasi Z (Generation Z) ini menuntut perubahan nyata—mulai dari pemberantasan korupsi, penghentian pemerasan, hingga penindakan terhadap kekerasan geng dikutip Antara.
Meski pemerintahan sementara di bawah Presiden Jose Jeri telah dibentuk, situasi di Peru belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Ketegangan semakin meningkat setelah penunjukan kabinet baru yang dipimpin Alvarez. Sebelumnya, ia menuai kontroversi karena sempat menyamakan para demonstran muda dengan “teroris” di media sosial.
Kini, seluruh mata dunia tertuju pada Peru—sebuah negara yang tengah berjuang keras menyeimbangkan demokrasi, keadilan, dan kemarahan rakyatnya yang menuntut perubahan.