Selasa, 30 Desember 2025

China Siap Restrukturisasi Utang KCIC, Soroti Manfaat Publik bagi Indonesia


 China Siap Restrukturisasi Utang KCIC, Soroti Manfaat Publik bagi Indonesia Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Senin (20/10/2025). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

BEIJING, ARAHKITA.COM — Pemerintah China menyatakan kesiapannya membantu restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCIC) atau Whoosh, sekaligus menekankan bahwa nilai sebuah proyek tidak semata diukur dari angka keuntungan, tapi juga dari manfaat publik yang dirasakan masyarakat.

“Ketika menilai proyek kereta cepat, tidak cukup melihat indikator ekonomi. Manfaat publik dan dampak sosialnya juga harus dipertimbangkan,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing, Senin (20/10/2025).

Pernyataan ini muncul setelah Pemerintah Indonesia menyampaikan permintaan resmi kepada pihak China untuk membahas restrukturisasi utang terkait proyek KCIC.

Fokus pada Keberlanjutan dan Kualitas Operasional

Menurut Guo Jiakun, otoritas kedua negara berkomitmen menjaga kelangsungan operasional kereta cepat agar tetap aman, stabil, dan berkualitas tinggi.

“China siap bekerja sama dengan Indonesia agar proyek ini memberi dampak ekonomi dan sosial yang lebih luas, serta memperkuat konektivitas kawasan,” tambahnya.

Sejak diresmikan dua tahun lalu, Whoosh telah mencatat lebih dari 11,7 juta penumpang. Guo menegaskan bahwa layanan ini berjalan aman dan tertib, sekaligus memberi manfaat nyata seperti penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di sekitar jalur kereta.

“Manfaatnya diakui banyak pihak di Indonesia,” ujarnya.

Tantangan Finansial: Kerugian dan Beban Utang

Meski menuai apresiasi dari sisi pelayanan publik, tantangan finansial proyek Whoosh belum berakhir.

Dalam rapat dengan Komisi VI DPR pada Agustus 2025, Direktur Utama PT KAI, Bobby Rasyidin, menyebut proyek KCIC masih menjadi “bom waktu” karena tekanan utang yang tinggi.

Laporan keuangan semester I 2025 mencatat kerugian sekitar Rp1,6 triliun. Jumlah penumpang tahun 2024 hanya sekitar 6 juta orang, dengan tarif rata-rata Rp250 ribu per tiket, sehingga pendapatan kotor setahun tak lebih dari Rp1,5 triliun.

Sementara total biaya pembangunan mencapai 7,26 miliar dolar AS (sekitar Rp119,8 triliun), termasuk pembengkakan biaya hingga 1,21 miliar dolar AS dari nilai awal investasi dikutip Antara.

Skema Utang dan Komposisi Konsorsium

Proyek Whoosh didanai dengan skema business to business (B2B). Sekitar 75 persen pembiayaan berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), dengan bunga 3,3 persen dan tenor hingga 45 tahun.

Sisanya, 25 persen berasal dari ekuitas konsorsium pemegang saham.

Porsi Indonesia dipegang oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 60 persen, sedangkan Beijing Yawan HSR Co. Ltd dari China memiliki 40 persen.

Dalam PSBI, struktur saham terdiri dari:

  • PT KAI (Persero) – 58,53%
  • PT Wijaya Karya (Persero) Tbk – 33,36%
  • PT Jasa Marga (Persero) Tbk – 7,08%
  • PT Perkebunan Nusantara I – 1,03%

Total pinjaman PSBI ke CDB sekitar 2,72 miliar dolar AS (Rp44,9 triliun), dengan beban bunga tahunan Rp2 triliun.

Pemerintah Cari Jalan Keluar tanpa APBN

Holding BUMN, Danantara, kini tengah mencari solusi untuk menata ulang utang KCIC. Namun, Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir, menegaskan bahwa dividen BUMN tidak akan digunakan untuk membayar utang, melainkan difokuskan pada investasi.

Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pemerintah menolak penggunaan APBN untuk melunasi utang proyek Whoosh.

“Selama struktur pembayarannya transparan dan terkelola dengan baik, pihak CDB tidak akan mempermasalahkan,” tegasnya.

Analisis Singkat: Antara Simbol Modernisasi dan Tantangan Bisnis

Kereta cepat Whoosh adalah simbol kolaborasi teknologi dan modernisasi transportasi Indonesia. Namun, keberlanjutannya membutuhkan strategi bisnis yang matang agar tidak sekadar menjadi proyek prestisius, tapi juga berkelanjutan secara finansial.

Restrukturisasi utang yang ditawarkan China bisa menjadi peluang penting untuk menata ulang beban finansial KCIC, sambil memastikan proyek ini terus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru