Loading
Presiden Venezuela Nicolas Maduro berbicara pada acara yang disiarkan di VTV milik pemerintah, Kamis (24/10/2025) menuduh AS melakukan perang psikologis terus-menerus terhadap negaranya. ANTARA/Anadolu/pri.
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Hubungan Amerika Serikat dan Venezuela kembali memanas. Presiden AS Donald Trump memberikan sinyal kuat bahwa masa jabatan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, mungkin tak akan berlangsung lama.
Dalam wawancara eksklusif dengan program 60 Minutes di CBS News pada Minggu (2/11/2025), Trump ditanya langsung oleh jurnalis Norah O'Donnell apakah ia yakin Maduro akan segera lengser. Dengan nada tegas, Trump menjawab, “Saya rasa begitu,” meski menepis kemungkinan AS akan melancarkan perang terbuka melawan Venezuela.
Namun, Trump enggan mengonfirmasi atau membantah rumor yang beredar tentang potensi serangan darat terhadap instalasi militer Venezuela. “Sepertinya saya tidak akan mengatakan saya akan melakukan hal itu,” ujarnya singkat tanpa penjelasan tambahan.
Sebelumnya, pada Jumat (31/10/2025), Trump juga menolak laporan media yang menyebut bahwa serangan ke wilayah Venezuela akan segera dilakukan. Ia menegaskan kepada wartawan bahwa belum ada keputusan resmi terkait langkah militer tersebut.
Beberapa media Amerika melaporkan bahwa pemerintahan Trump tengah mempersiapkan operasi militer terhadap instalasi pertahanan Venezuela, yang disebut-sebut sebagai bagian dari kampanye melawan “narko-terorisme”. Washington menuduh Maduro terlibat dalam jaringan kriminal internasional bernama Cartel de los Soles, yang dianggap sebagai pengendali utama perdagangan kokain dari Amerika Selatan.
Pada Juli 2025, Departemen Luar Negeri AS bahkan menetapkan kelompok itu sebagai Specially Designated Global Terrorist (SDGT). Sejak September, setidaknya 14 operasi militer dilaporkan terjadi di Laut Karibia dan Pasifik Timur, menewaskan lebih dari 60 orang.
Namun langkah AS ini menuai kecaman. Sejumlah pakar hukum internasional dan lembaga hak asasi manusia mempertanyakan legalitas serangan tersebut. Kepala HAM PBB, Volker Turk, menyebut tindakan itu “tidak dapat diterima” dan meminta penyelidikan independen atas dugaan pelanggaran hukum internasional dan pembunuhan di luar hukum.
Menanggapi tuduhan tersebut, Presiden Maduro balik menuduh Washington telah merekayasa perang untuk menggulingkan pemerintahannya. “Ini tuduhan yang vulgar dan sepenuhnya palsu,” katanya dalam pernyataan resmi. Maduro menegaskan, “Venezuela tidak memproduksi daun kokain,” sambil menuding manuver militer AS di Karibia sebagai bentuk ancaman nyata terhadap kedaulatan negaranya.
Ketegangan antara kedua negara ini tampaknya belum akan reda. Dunia kini menanti langkah berikutnya dari Washington—apakah hanya gertakan politik, atau pertanda dimulainya babak baru konflik di Amerika Latin.