Loading
Arsip foto - Presiden AS Donald Trump (tengah) menyambut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kanan) di Gedung Putih di Washington, D.C., Amerika Serikat (28/2/2025). (ANTARA/Xinhua/Hu Yousong/aa.)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kembali menjadi sorotan setelah Amerika Serikat mendorong Kiev untuk segera menyepakati perjanjian damai dengan Rusia. Desakan ini muncul seiring digelarnya pembahasan diplomatik terbaru yang melibatkan delegasi kedua negara, di tengah bayang-bayang perang yang belum usai, isu korupsi di lingkaran pemerintah, serta situasi politik yang semakin panas.
Pada Jumat (27/11/2025), Zelenskyy menyampaikan bahwa Ukraina akan mengirim sejumlah pejabat kunci dalam dialog dengan Washington. Delegasi tersebut mencakup Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina Andrii Hnatov, Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional (NSDC) Rustem Umerov, serta perwakilan dari Kementerian Luar Negeri dan badan intelijen negara.
Media Amerika Serikat, Washington Post, melaporkan bahwa tekanan terhadap Zelenskyy diperkirakan memuncak pekan depan. Washington ingin proses perdamaian bergerak lebih cepat, terlebih ketika pemerintahan Ukraina sendiri tengah diterpa skandal korupsi. Kondisi ini ikut memicu desakan oposisi untuk melakukan reformasi besar-besaran dalam struktur pemerintahan.
Di sisi lain, Rusia masih melanjutkan operasi militernya di medan perang, menjadikan momen ini salah satu fase paling genting bagi Kiev. Situasi yang rapuh ini membuat langkah Zelenskyy menuju negosiasi damai akan sangat menentukan arah Ukraina ke depan.
Sementara itu, anggota parlemen Ukraina Volodymyr Ariev mengkritik langkah presiden yang dianggap tidak menyentuh akar persoalan. Ia menilai Zelenskyy hanya mengganti tokoh lama yang tersangkut skandal, seperti mantan Kepala Kantor Kepresidenan Andriy Yermak, dengan sosok lain yang juga menuai kontroversi—yakni Rustem Umerov yang kini memimpin tim negosiasi dilansir Antara.
Di tengah dinamika tersebut, Amerika Serikat disebut telah memperbarui usulan rencana perdamaian. Draf awal berisi 28 poin kini dipangkas menjadi 19 poin setelah serangkaian pertemuan antara pejabat dari AS, Ukraina, dan Eropa di Jenewa pada 23 November lalu.
Tidak hanya dari pihak Barat, sinyal dorongan menuju meja perundingan juga datang dari Moskow. Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa rencana perdamaian terbaru yang ditawarkan Presiden AS Donald Trump dapat menjadi dasar penyelesaian akhir perang. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa keputusan berada di tangan Kiev—namun ruang manuver Ukraina semakin terbatas seiring tekanan militer yang terus berlanjut.
Dengan tekanan dari berbagai arah dan kondisi internal yang rapuh, Ukraina kini berada pada persimpangan penting dalam sejarahnya. Keputusan diplomatik yang diambil dalam waktu dekat berpotensi menentukan babak baru konflik yang telah berlangsung bertahun-tahun.