Loading
Penurunan Komisi Ojol Bisa Rugikan Ekosistem Transportasi, Perlu Regulasi Komprehensif. (Antaranews)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Industri ojek online dinilai membutuhkan regulasi yang komprehensif untuk menjaga keberlanjutan dan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa pengaturan menyeluruh sangat penting demi melindungi kepentingan konsumen, pengemudi, aplikator, pemerintah, serta pelaku UMKM yang bergantung pada layanan transportasi online.
Wijayanto menekankan bahwa setiap solusi regulasi harus mempertimbangkan kepentingan semua pihak secara menyeluruh, bukan hanya fokus pada satu sisi saja. Ia menyoroti peran penting transportasi online dalam mendukung aktivitas ekonomi dan konektivitas pelaku usaha di tengah menurunnya daya beli masyarakat.
Baca juga:
Direktur Teknik Lion Air Diberhentikan
“Apa pun solusi yang dikeluarkan, harus mempertimbangkan kepentingan seluruh stakeholder, yaitu konsumen, driver, pemerintah dan aplikator. Pembahasan harus komprehensif, tidak boleh sepotong-sepotong,” kata Wijayanto di Jakarta, Minggu, usai gelaran Focus Group Discussion bertema Transportasi Online yang Adil dan Berkelanjutan.
Menurutnya transportasi online saat ini berperan penting membantu menghubungkan para pelaku ekonomi, sehingga ikut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Akan tetapi pada saat daya beli masyarakat menurun, ekosistem transportasi online ini juga terganggu sehingga sektor ini perlu mendapatkan dukungan, dalam hal ini bentuknya ialah fleksibilitas regulasi.
Dia menilai, usulan sebagian pihak yang meminta besaran bagi hasil atau komisi ojek online (ojol) yang ditetapkan sebesar maksimal 20 persen lalu kemudian diminta diturunkan menjadi 10 persen itu dinilai berisiko bagi semua ekosistem, tak hanya bagi perusahaan aplikasi, driver, tapi juga konsumen dan UMKM yang bergantung di sektor ini.
"Usulan tersebut (penurunan komisi) perlu dikaji ulang, karena bisa membangkrutkan aplikator ojol,” katanya.
Dia mengatakan, perlunya regulasi yang menjadi acuan karena sektor itu akan menjadi andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan pekerjaan, dan mengurangi ketimpangan.
"Kita semua, tidak hanya pemerintah, perlu belajar dari pengalaman negara lain dalam memajukan industri transportasi online. Juga belajar dari sektor-sektor di Indonesia yang sudah berhasil melakukan transformasi; dua sektor yang bisa dijadikan referensi adalah perbankan dan telekomunikasi,” katanya.
Aturan sedang digodok
Sementara itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan menyatakan, tengah mengolah dan mematangkan aturan transportasi online agar tercipta aturan yang bersifat adil serta berkelanjutan bagi seluruh ekosistem.
"Sebagai regulator di bidang transportasi, kami perlu menyerap berbagai informasi dan data untuk memutuskan suatu kebijakan transportasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Forum ini bukanlah forum untuk memutuskan tetapi untuk berdiskusi," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Aan Suhanan dalam keterangan di Jakarta, Kamis (24/7).
Lebih lanjut, ia menuturkan saat ini ada lebih dari tujuh juta mitra ojek online yang tersebar di seluruh Indonesia. Di samping pengemudi ojek online, ada juga pelaku UMKM yang hidupnya bergantung pada ekosistem transportasi online.
Dia menuturkan, pengaturan terkait ekosistem transportasi online juga melibatkan berbagai kementerian/lembaga lainnya seperti Kementerian Komunikasi dan Digital terkait platform aplikasi, serta Kementerian Ketenagakerjaan terkait sistem tenaga kerja.
"Maka dari itu, kita perlu melihat seluruh sudut pandang dan penuh kehati-hatian dalam mengambil kebijakan," ujarnya.
Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan menekankan, perlunya aturan hukum yang jelas mengenai transportasi online.
"Aturan tersebut menyangkut regulasi sepeda motor sebagai alat transportasi umum, regulasi bisnis transportasi online, stakeholder bisnis transportasi online, pengemudi, perusahaan angkutan umum, serta perusahaan aplikasi itu sendiri," kata Azas.