Loading
Pemasangan papan peringatan dari Kementerian Kehutanan di salah satu subjek hukum diduga menjadi salah satu faktor banjir dan longsor di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (7/12/2025) ANTARA/HO-Kemenhut
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kembali mengambil langkah tegas terhadap aktivitas yang diduga memicu banjir di Sumatera. Tiga subjek hukum kembali disegel, sehingga total sudah tujuh entitas yang dihentikan operasinya sejak awal penindakan.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa penyegelan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menghentikan praktik perusakan hutan, khususnya di kawasan yang sensitif terhadap bencana hidrometeorologi.
“Penyegelan ini akan terus kami lakukan terhadap perusak hutan. Seperti janji saya kepada rakyat di Komisi IV DPR RI. Siapa pun yang merusak hutan akan kami tindak,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (8/12/2025).
Tiga Lokasi Baru yang Disegel
Tiga subjek hukum yang mendapat tindakan penyegelan berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, meliputi:
Ketiganya teridentifikasi berada di wilayah yang rentan terhadap kerusakan ekologis.
Bagian dari Penindakan yang Lebih Luas
Sebelumnya, Kemenhut telah menyegel empat lokasi lain yang juga diduga memberi kontribusi pada banjir di sejumlah titik di Sumatera. Lokasi tersebut mencakup:
Dengan penyegelan terbaru ini, masih ada lima entitas lainnya yang tengah ditelusuri dan berpotensi ditindak bila ditemukan bukti pelanggaran.
Fokus Pada DAS Batang Toru
Kemenhut melalui Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) kini memperdalam penyelidikan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, kawasan strategis di Sumatera Utara yang selama ini menjadi lokasi sensitif terkait banjir dan longsor.
Pendalaman dilakukan dengan pengumpulan sampel kayu, investigasi lapangan, hingga pemeriksaan pihak-pihak terkait.
“Tidak ada kompromi. Baik korporasi maupun pemegang hak tanah yang terbukti merusak hutan Indonesia akan kami tindak tegas,” tegas Raja Juli Antoni dikutip Antara.
Penindakan berkelanjutan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tak lagi memberi ruang bagi praktik yang merusak hutan dan berpotensi memicu bencana di Sumatera.