Loading
Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta yang bekerjasama dengan komunitas peneliti yang tergabung dalam asosiasi Conquire pada akhir September 2019 lalu bertempat di Kampus Sekolah Pasacasarjana Universitas Sahid, Jl. Jendral Sudirman, Jakarta Pusat. (Foto:Istimewa)
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta yang bekerjasama dengan komunitas peneliti yang tergabung dalam asosiasi Conquire pada akhir September 2019 lalu bertempat di Kampus Sekolah Pasacasarjana Universitas Sahid, Jl. Jendral Sudirman, Jakarta Pusat menggelar diskusi dalam Focus Group Discussions (FGD).
Dalam FGD ini menjelaskan soal kinerja Kabinet Jokowi periode 2014-2019 yang menjadi salah satu topik diskusi. Presiden Jokowi dinilai para nara sumber, memiliki kemampuan/kematangan personal yang baik dalam mengatasi tekanan politik dan sosial. Jokowi juga dinilai mampu membuat perubahan di berbagai bidang antara lain pembangunan di daerah dan infrastruktur. FGD ini juga berpendapat bahwa Presiden Jokowi mampu meningkatkan kesadaran kebangsaan dengan selalu mengedepankan kebhinekaan dalam segala hal.
Dalam sektor ekonomi, Presiden Jokowi juga dipersepsikan mampu menumbuhkan kepercayaan kepada investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan kepercayaan investor. Namun demikian terdapat beberapa masalah sosial, lingkungan hidup, masalah korupsi, di mana mekanisme penyampaian aspirasi rakyat yang belum selesai sampai akhir periode kabinet kerja pertama. Kabinet kerja Jokowi dinilai tidak selaras dengan kinerja Jokowi karena masih banyak penyimpangan di berbagai kementerian.
Baca juga:
Periode Kedua Jokowi, BRG Komit Terus Berinovasi dalam Perbaikan Tata Kelola Ekosistem GambutSecara khusus lagi, di bidang Komunikasi Politik, lebih terlihat bahwa komunikasi politik yang dijalankan oleh Jokowi lebih aktif dan efektif bila dibandingkan oleh komunikasi politik yang dijalankan oleh anggota kabinet periode pertamanya. Ini menunjukan adanya perbedaan kompetensi Komunikasi Politik Jokowi dengan menterinya
Selain itu,menguatnya citra Jokowi pada saat itu tentunya disebabkan oleh karena kepiawaian Jokowi dalam memanfaatkan media. Kepandaian Jokowi dalam memanfaatkan media ini terlihat dari hasil diskusi dengan para unsur masyarakat yang ikut dalam FGD tersebut.
Menurut FGD tersebut pendapat atau persepsi hampir seluruh peserta diskusi terbatas menilai bahwa sebagai komunikator Jokowi mampu menciptakan suasana yang mendorong ke arah dialog yang lebih terbuka dan Presiden Jokowi dinilai mempunyai kompetensi komunikasi dalam menyajikan pesan yang jelas, dan atraktif. Di samping itu, Presiden Jokowi juga mampu untuk mengakomodasi kepentingan masyrakat, khususnya masyarakat diperbatasan dengan membuka akses komunikasi yang setara. Selain sebagai presiden yang memiliki tingkat popularitas yang tinggi. Jokowi juga dinilai bisa berpikir out of the box. Kegiatan untuk terus bisa berhubungan dengan rakyatnya sering dilakukan oleh Jokowi dengan menggunakan media sosial sehingga kemampuan ini makin mendorong popularitas Jokowi.
"Namun apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi tidak sepenuhnya diikuti oleh para menteri atau anggota kabinet lainnya. Hal ini terungkap dalam FGD. Peserta FGD setuju mengatakan bahwa bahwa banyak menteri yang tidak kredibel di bidang komunikasi politiknya. Tidak memiliki strategi manajemen dalam krisis komunikasi. Tidak memiliki kecepatan dalam memberikan respon jika terjadi krisis komunikasi seperti hoax, fake news dan sebagainya. Perbedaan ini menyebabkan Jokowi dinilai baik dalam berkomunikasi sedangkan para menterinya dinilai buruk. Dengan adanya perbedaan komunikasi politiknya, maka pemerintah Jokowi sering dinilai tidak memihak kepada rakyat,"ungkap FGD tersebut.
FGD ini juga menilai bahwa media, oleh karena memiliki kedekatan dengan Jokowi menjadi tidak berpihak kepada rakyat. Media sering dilihat sebagai institusi yang hanya mendahulukan kepentingan kelompok tertentu. Akibatnya, dengan kecenderungan media yang kurang berpihak kepada masyarakat, maka publik atau khalayak kurang mendapat informasi yang komprehensif mengenai kebijakan pemerintah.
Ketika para nara sumber ditanyakan apa harapan untuk pemerintah yang akan datang, maka kebanyakan dari mereka setuju bahwa, menteri dalam kabinet yang mendatang harus mampu memiliki kredibilitas, kompetensi dalam komunikasi politik dan sosialnya yang baik, dan juga harus memiliki kemampuan untuk merancang pesan yang sangat menarik/atraktif dan juga jelas. Walaupun sulit bagi Jokowi untuk mencari menterinya yang sepenuhnya mendukung kebijakannya oleh karena terkendala dengan realitas usang yaitu politik dagang sapi, dimana para partai politik pendukung atau koalisi terus mendesak Jokowi agar kadernya disertakan dalam kabinet, namun apabila sudah berada di kabinet maka siapapun harus mampu menunjukan kompetensi, kredibilitasnya sebagai komunikator profesional.
Kekuatiran lain yang ditunjukan oleh peserta FGD adalah equilibrium antara citra dan realitas Jokowi yang merupakan ”paket lengkap” selama ini ampuh mulai terganggu." Jika pada periode pertama Jokowi lebih sedikit memiliki ruang yang lega untuk menentukan menterinya, kali ini prosesnya semakin rumit yang kalau tidak hati-hati Jokowi akan menjadi just another politician......,"jelas FGD tersebut.
FGD menghadirkan 14 nara sumber dari berbagai berlatar belakang (kelompok pemuda, kelompok perempuan, akademisi, budayawan, politisi, profesional, media) memberikan pendapat dan harapan secara evaluatif terhadap kondisi komunikasi politik saat kabinet kerja pertama ini, pendapat mengenai tokoh-tokoh politik saat ini, pandangan terkait kebijakan yang diambil berbagai kementerian, dan saran-saran untuk perbaikan kinerja kabinet kerja masa depan.
Sementara tujuan dari FGD adalah untuk mendapatkan apa yang diinginkan masyarakat dari berbagai kementerian serta ekspektasi secara umum terhadap kabinet pemerintahan untuk periode kepemimpinan Presiden 2019-2024, ungkap Kaprodi Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid, Dr. Pinckey Triputra, M.Sc. saat ditemui pada kegiatan yang berlangsung selama satu hari tersebut.