Selasa, 30 Desember 2025

Rupiah Tergelincir ke Rp16.788, Pasar Membaca Isyarat Pelonggaran BI


 Rupiah Tergelincir ke Rp16.788, Pasar Membaca Isyarat Pelonggaran BI Ilustrasi - Petugas menghitung mata uang Rupiah dan Dolar AS. (ANTARA)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Nilai tukar rupiah menutup perdagangan Senin (29/12/2025), dalam posisi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mata uang domestik berhenti di level Rp16.788 per dolar AS, terkoreksi 43 poin atau sekitar 0,26 persen.

Pergerakan ini menandai kehati-hatian pasar yang kembali aktif setelah libur panjang, dengan sentimen kebijakan dan regional masih menjadi beban utama.

Pelemahan rupiah berjalan seiring dengan kurs referensi Bank Indonesia. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada penutupan sore juga mencatat posisi Rp16.788 per dolar AS.

Angka ini memperlihatkan konsistensi tekanan sepanjang hari, tanpa pemulihan berarti hingga akhir sesi.

Tekanan terhadap rupiah terutama bersumber dari faktor domestik. Pasar kembali menimbang arah kebijakan moneter dan fiskal dalam waktu dekat.

Ekspektasi terhadap peluang pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia serta kebijakan fiskal ekspansif pemerintah membentuk persepsi risiko baru terhadap aset berdenominasi rupiah.

Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong menilai tekanan tersebut masih relevan dan belum sepenuhnya mereda.

“Rupiah melemah terhadap dolar AS terbebani oleh prospek pemangkasan suku bunga BI dan kebijakan ekspansif pemerintah,” ungkapnya.

Selain faktor domestik, rupiah juga bergerak seirama dengan mata uang Asia lainnya. Koreksi tajam pada ringgit Malaysia dan baht Thailand ikut menyeret rupiah dalam arus pelemahan regional.

Kondisi ini mempersempit ruang penguatan, meski tidak disertai sentimen negatif spesifik dari dalam negeri pada hari yang sama. Menurut Lukman, tanpa langkah stabilisasi, tekanan berpotensi berlanjut.

“Rupiah tentunya masih akan terus tertekan dan melemah apabila tidak diintervensi BI,” tuturnya.

Dari sisi global, pekan terakhir Desember relatif minim agenda data ekonomi penting. Ketidakadaan rilis besar membuat pelaku pasar lebih sensitif terhadap pergerakan aset berisiko lain, terutama pasar saham global.

Dalam situasi seperti ini, fluktuasi nilai tukar cenderung dipengaruhi oleh aliran modal jangka pendek.

Faktor geopolitik turut masuk dalam radar investor. Ketegangan di kawasan Karibia serta simulasi militer China di Laut China Selatan menjadi latar eksternal yang memperkuat posisi dolar AS sebagai aset lindung nilai.

Dalam kondisi tersebut, mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, menghadapi tekanan tambahan.

Pergerakan rupiah pada penutupan perdagangan ini mencerminkan fase pasar yang masih mencari arah.

Tanpa katalis baru dari data ekonomi maupun kebijakan, nilai tukar bergerak mengikuti keseimbangan rapuh antara ekspektasi pelonggaran dan kebutuhan stabilitas. Di titik ini, pasar menunggu sinyal berikutnya dari bank sentral.

Editor : Khalied Malvino

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Ekonomi Terbaru