Loading
Lima tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU/aa.
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan pengaturan pemenang proyek pembangunan jalan di Sipiongot, Sumatera Utara. Proyek dengan total nilai Rp157,8 miliar ini diduga tidak melalui proses lelang yang semestinya.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa proyek tersebut sudah dikondisikan sejak awal oleh sejumlah pihak yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka yang diduga terlibat dalam kasus ini adalah TOP, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut; RES, Kepala UPTD Gunung Tua yang juga menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK); serta KIR, Direktur Utama PT DNG.
Baca juga:
KPK Periksa Zulkifli Hasan“Ketiganya melakukan survei bersama ke lokasi proyek. Padahal, semestinya survei tidak melibatkan satu pihak swasta saja. Namun, TOP langsung membawa KIR dalam proses awal,” ungkap Asep.
Setelah survei, TOP diduga memberi instruksi kepada RES untuk menunjuk KIR sebagai penyedia proyek, tanpa melalui prosedur lelang sesuai regulasi pengadaan barang dan jasa.
Baca juga:
KPK Ungkap Proyek Jalan di Sumut Sudah Diatur Sejak Awal, Nilai Proyek Capai Rp157,8 MiliarDua proyek yang dimaksud adalah pembangunan Jalan Sipiongot–batas Labuhanbatu Selatan dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, yang secara total bernilai Rp157,8 miliar.
E-Catalog Hanya Formalitas, Jadwal Lelang Diatur Agar Tak Terlalu Mencolok
Menurut KPK, proses e-catalog hanya menjadi formalitas belaka. Sejak 23 hingga 26 Juni 2025, KIR memerintahkan stafnya untuk menjalin koordinasi intensif dengan RES dan staf UPTD guna mempersiapkan dokumen teknis dan strategi pemenangan lelang.
“Dari awal sudah dipastikan PT DNG akan menang. Bahkan, jeda waktu antar-proyek pun diatur agar tidak menimbulkan kecurigaan. Mereka menyusun dengan rapi semua syarat dan dokumen penunjang,” jelas Asep.
Bukan hanya itu, demi memastikan kelancaran proses ini, KIR dan RAY—yang merupakan anak dari KIR sekaligus Direktur PT RN—diduga memberikan sejumlah uang kepada RES melalui transfer rekening. Uang ini disebut sebagai semacam "uang muka" untuk pengondisian proyek, dengan komitmen bagi hasil yang mencapai 4–5 persen dari nilai kontrak bagi TOP.
Pelanggaran dan Pasal yang Dikenakan
Atas dugaan rekayasa dan gratifikasi ini, KPK menetapkan pasal-pasal berbeda untuk para tersangka.
Untuk KIR dan RAY, dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara TOP dan RES dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang yang sama, juga juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penegakan Hukum KPK Berlanjut
KPK menegaskan akan terus mengusut kasus ini, termasuk menelusuri aliran dana, dugaan keterlibatan pihak lain, dan kemungkinan proyek serupa yang menggunakan pola rekayasa pemenangan serupa.
“Kami mengingatkan bahwa korupsi pada sektor infrastruktur bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga berdampak langsung pada kualitas pembangunan dan keselamatan publik,” tutup Asep dikutip dari Antara.