Loading
Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto (tengah) mengepalkan tangan sebelum menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (25/7/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/app/foc/aa.
JAKARTA, ARAHKITA.COM - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, resmi mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini didaftarkan pada Kamis malam, 24 Juli 2025 — tepat sehari sebelum ia dijatuhi vonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, membenarkan bahwa gugatan tersebut diajukan sebelum putusan pengadilan keluar. Menurutnya, Hasto merasa perlu menggugat norma hukum yang dinilai tidak proporsional dan berpotensi merugikan.
“Permohonan kami daftarkan Kamis malam, jadi masih sebelum ada putusan dari pengadilan,” ujar Maqdir saat dihubungi pada Senin (28/7).
Soroti Ketimpangan Ancaman Hukuman
Dalam keterangannya, Maqdir menjelaskan bahwa Hasto mempermasalahkan ketidakseimbangan ancaman hukuman yang terdapat dalam Pasal 21. Ia menyebut pasal ini merupakan pasal tambahan dalam UU Tipikor, namun justru memiliki ancaman pidana yang lebih berat dibandingkan pasal utama terkait tindak pidana korupsi.
“Pasal 21 adalah pasal tambahan yang mengatur soal perintangan proses hukum. Tapi anehnya, ancaman hukumannya malah lebih tinggi dari perbuatan korupsinya sendiri. Ini tidak masuk akal dan tidak adil,” jelas Maqdir.
Sebagai informasi, Pasal 21 UU Tipikor menyatakan bahwa setiap orang yang secara sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan kasus korupsi, dapat dipidana penjara selama 3 hingga 12 tahun dan/atau didenda sebesar Rp150 juta hingga Rp600 juta.
Permintaan Perubahan Isi Pasal
Dalam petitumnya, Hasto meminta Mahkamah Konstitusi untuk merevisi ancaman pidana dalam pasal tersebut, menjadi hukuman penjara paling lama tiga tahun. Ia juga mengusulkan redaksi baru pada Pasal 21 yang memuat unsur-unsur perbuatan seperti penggunaan kekerasan, ancaman, intimidasi, hingga janji pemberian keuntungan yang tidak pantas.
Berikut usulan rumusan baru yang diajukan Hasto:
“Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak pantas, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.”
Tak hanya itu, Hasto juga meminta agar Mahkamah menegaskan bahwa Pasal 21 bersifat kumulatif, yaitu harus ada rangkaian tindakan yang mencakup seluruh tahap proses hukum (penyidikan, penuntutan, dan persidangan) sebelum seseorang dapat dikenakan pasal ini.
Ia menilai bahwa makna “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan” selama ini multitafsir dan membuka ruang tafsir tunggal oleh aparat penegak hukum.
“Tindakan mencegah, merintangi, atau menggagalkan harus mencakup semua tahap tersebut secara kumulatif,” demikian kutipan dari petitum Hasto dikutip Antara.
Putusan Pengadilan Tipikor: Hasto Divonis 3,5 Tahun
Sehari setelah permohonan uji materi didaftarkan, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap Hasto. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara suap terkait penggantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku, dan dijatuhi hukuman penjara 3 tahun 6 bulan serta denda Rp250 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan bahwa Hasto terbukti menyediakan dana sebesar Rp400 juta untuk memuluskan langkah Harun Masiku menjadi anggota legislatif melalui skema PAW, dengan menyuap mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.
Namun, dalam putusannya, hakim menyebut bahwa Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan, sebagaimana dakwaan awal dari jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).