Loading
Kuasa hukum beserta keluarga almarhum Arya Daru Pangayunan melaporkan informasi terkait kasus kematian korban kepada Komisi XIII dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Kawasan Parlemen, Jakarta, Selasa (30/9/2025). (ANTARA/Aria Ananda)
JAKARTA, ARAHKITA.COM – Kuasa hukum keluarga almarhum Arya Daru Pangayunan, Nikolai Aprilindo, menyoroti berbagai kejanggalan seputar kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri itu, termasuk rentetan teror yang dialami keluarga. Temuan dan dugaan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XIII DPR RI, Selasa (30/9/2025).
Kejanggalan Kasus Kematian
Nikolai menegaskan, salah satu fokus utama dalam RDP adalah klarifikasi soal barang kontrasepsi yang sempat menjadi perbincangan publik.
“Kontrasepsi itu milik istri almarhum. Bukan milik perempuan lain atau siapa pun,” ujarnya sebelum rapat berlangsung di kompleks parlemen.Kuasa hukum keluarga juga mendesak agar penanganan kasus ditarik ke Bareskrim Polri demi memastikan transparansi. “Saya minta untuk ditarik ke Bareskrim. Bukan asistensi,” kata Nikolai. Pihak keluarga sudah mengirim surat resmi kepada Kapolri dan Kabareskrim, namun belum mendapat tanggapan. Permohonan audiensi yang diajukan dua pekan lalu pun belum direspon.
Selain itu, Nikolai menyoroti adanya pemberitaan yang diduga membentuk framing negatif terhadap almarhum. “Kami minta diusut siapa yang menciptakan framing negatif itu,” tambahnya. Menurutnya, beberapa kejanggalan ini berpotensi menjadikan kasus kematian Arya Daru sebagai “dark case.”
Baca juga:
Keluarga Arya Daru Soroti Kejanggalan Kematian dan Rentetan Teror, DPR Jadi Ajang KlarifikasiKuasa hukum berharap dukungan Komisi I dan III DPR RI untuk memastikan pengawasan terhadap proses investigasi. “Harapannya, semua terang,” kata Nikolai.
Rentetan Teror terhadap Keluarga
Selain kejanggalan kematian, keluarga Arya Daru juga mengalami serangkaian teror yang menimbulkan kegelisahan. Teror pertama terjadi sehari setelah pemakaman, 9 Juli 2025, ketika seorang pria misterius mengirimkan amplop berisi gabus berbentuk bunga kamboja, hati, dan bintang. Amplop tersebut sudah diserahkan ke kepolisian dan Kompolnas, namun belum ada tindak lanjut investigasi.
Teror berikutnya terjadi pada 27 Juli, saat makam almarhum dirusak. Lalu, pada 16 September, kuburan kembali ditaburi bunga mawar merah membentuk garis dari kepala hingga kaki. Kuasa hukum menilai rangkaian kejadian ini menimbulkan tanda tanya besar, mengingat kasus ini sejak awal diframing sebagai bunuh diri.
Ayah almarhum, Subaryono, menyampaikan kegelisahannya secara langsung di hadapan anggota DPR. “Sebagai orang tua, kami tidak tahu harus ke mana mencari kejelasan. Penjelasan sejauh ini belum menenangkan kami,” ucapnya dengan suara bergetar.
Harapan Keluarga dan Forum DPR
Dalam RDP, hadir istri almarhum, Meta Ayu Puspitantri, ayah, kuasa hukum, dan keluarga. DPR juga mengundang Wakil Kepala LPSK Susilaningtias, Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor, serta pejabat Kementerian Hukum dan HAM.
Kuasa hukum berharap forum dengar pendapat ini menjadi momentum bagi pihak berwenang untuk mengungkap fakta secara runtut dan jujur, sehingga kasus kematian Arya Daru dan serangkaian teror terhadap keluarganya dapat terang benderang.