Loading
Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Ahmad Dofiri (kiri), Mahfud Md (kedua kiri) dan Otto Hasibuan (kanan) bersama Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie (kedua kanan) memberikan keterangan pers di Gedung Kementerian Sekretariat Negara di Jakarta, Rabu (10/12/2025). ANTARA/HO-Humas Kementerian Sekretariat Negara/am.
JAKARTA, ARAHKITA.COM — Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mengungkapkan bahwa sejumlah tersangka dalam demonstrasi nasional pada Agustus 2025 telah dibebaskan oleh kepolisian. Proses pemulangan para demonstran ini dilakukan bertahap di berbagai daerah.
“Sudah ada yang dikurangi, ada di beberapa daerah,” ujar Jimly kepada jurnalis di Jakarta, Rabu (10/12/2025) malam.
Evaluasi Penangkapan Ribuan Demonstran
Jimly menjelaskan bahwa Polri saat ini sedang melakukan evaluasi menyeluruh terkait penangkapan ribuan peserta aksi pada akhir Agustus. Meski begitu, ia menegaskan bahwa tersangka yang kasusnya sudah masuk tahap persidangan tidak lagi dapat dibebaskan melalui mekanisme internal kepolisian.
“Kalau sudah masuk pengadilan, kan tidak bisa lagi,” katanya.
Dari total 1.038 orang yang ditangkap dan telah menjalani proses hukum, Jimly menilai sebagian besar seharusnya tidak perlu mendekam di penjara, walaupun terbukti melakukan pelanggaran ringan.
“Ini tidak perlu masuk penjara. Walaupun dia salah, di pengadilan negeri sudah dibebaskan, tetapi kemudian dibawa jaksa ke pengadilan tinggi sampai mahkamah agung,” ucapnya.
Menekankan Pentingnya Mens Rea
Jimly menegaskan bahwa hakim yang menangani perkara demonstrasi harus mempertimbangkan unsur mens rea, yakni niat jahat dalam sebuah tindakan. Ia menekankan bahwa hukuman penjara bukan untuk orang yang sekadar melakukan kesalahan, tetapi untuk mereka yang benar-benar berniat melakukan tindak kejahatan.
“Penjara itu hanya dimaksudkan untuk orang jahat, bukan orang salah,” tuturnya.
Harapan agar Presiden Tak Perlu Turun Tangan
Ia juga meminta para hakim berhati-hati dalam mengambil putusan, agar presiden tidak perlu lagi turun tangan menggunakan kewenangan khusus seperti grasi, amnesti, abolisi, atau rehabilitasi—seperti yang terjadi dalam kasus terdakwa korupsi PT ASDP Ferry Indonesia, Ira Puspadewi, pada akhir November.
“Mudah-mudahan hakim jangan mengulangi putusan-putusan yang mengharuskan presiden turun tangan,” ujarnya dikutip Antara.
Sebelumnya: Tim Reformasi Minta Penindakan Dikaji Ulang
Pada 4 Desember, Tim Percepatan Reformasi Polri telah meminta Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk mengkaji kembali penindakan terhadap ribuan demonstran Agustus 2025. Tim juga merekomendasikan agar Polri mempertimbangkan kebijakan yang lebih proporsional dan humanis dalam penegakan hukum bagi peserta aksi.