Selasa, 30 Desember 2025

Konflik Perbatasan & Badai Politik: PM Thailand Putuskan Bubarkan Parlemen


 Konflik Perbatasan & Badai Politik: PM Thailand Putuskan Bubarkan Parlemen Perdana Menteri Anutin Charnvirakul. (akurat.co)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Pemerintah Thailand resmi membubarkan parlemen menjelang pemilu baru yang diperkirakan berlangsung dalam 45 hingga 60 hari ke depan. Keputusan ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan politik dalam negeri serta bentrokan terbaru di perbatasan Thailand–Kamboja yang kembali menelan korban jiwa.

Dalam dekrit kerajaan yang dirilis Jumat (12/12/2025) Perdana Menteri Anutin Charnvirakul menyebutkan bahwa konflik perbatasan yang memanas hanyalah salah satu dari sekian tantangan yang dihadapinya sejak memimpin pemerintahan minoritas tiga bulan lalu.

“Membubarkan parlemen adalah cara paling tepat untuk mengembalikan kekuasaan politik kepada rakyat,” ujar Anutin, yang sebelumnya dikenal sebagai taipan bisnis sebelum terjun ke politik. Saat dilantik September lalu, ia sempat menyatakan rencana pembubaran parlemen akan dilakukan pada akhir Januari. Namun situasi politik dalam negeri membuatnya mempercepat langkah tersebut.

Dikejar Mosi Tidak Percaya

Sumber politik Thailand menyebutkan bahwa pemerintahan Anutin berada di ujung tanduk setelah adanya rencana mosi tidak percaya dari Partai Rakyat — partai terbesar sekaligus kekuatan progresif di parlemen.

Kritik terhadap Anutin dan partainya, Bhumjaithai, juga meningkat setelah penanganan banjir besar di Thailand selatan bulan lalu yang menewaskan sedikitnya 176 orang. Situasi semakin pelik ketika partai pendukungnya mulai menarik dukungan karena menilai pemerintah tidak cukup progresif dalam menjalankan reformasi yang dijanjikan.

Konflik Perbatasan Memanas

Keputusan politik ini diambil di saat Thailand tengah menghadapi eskalasi konflik bersenjata dengan Kamboja. Bentrokan yang kembali pecah selama seminggu terakhir dilaporkan menewaskan lebih dari 20 orang dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi dari daerah perbatasan.

Dalam dekrit yang mendapat persetujuan Raja Maha Vajiralongkorn, Anutin menegaskan bahwa pemerintah telah berupaya menangani isu-isu mendesak negara, namun stabilitas tetap menjadi syarat agar pemerintahan dapat berjalan efektif.

“Sebagai pemerintahan minoritas, apalagi dengan kondisi politik yang tidak menentu, kami tidak bisa menjalankan administrasi secara berkelanjutan,” tulisnya dilaporkan bbc.com

Koalisi Retak dan Tuntutan Reformasi

Partai Rakyat yang sebelumnya memberikan dukungan politik kepada Anutin, menilai bahwa Bhumjaithai gagal menepati kesepakatan, terutama terkait reformasi konstitusi yang disusun oleh militer. Oposisi juga menyoroti lemahnya penanganan pusat-pusat penipuan yang marak di Thailand.

Ketidakpuasan itu mendorong mereka berencana mengajukan mosi tidak percaya pada akhir pekan ini.

Setahun yang Penuh Gonjang-Ganjing

Thailand memang berada dalam pusaran ketidakstabilan politik sepanjang setahun terakhir. Dua perdana menteri sebelumnya — Paetongtarn Shinawatra dan Srettha Thavisin — diberhentikan oleh pengadilan karena kasus pelanggaran etika.

Paetongtarn dicopot setelah rekaman percakapannya yang menyebut mantan PM Kamboja Hun Sen sebagai “paman” dan mengkritik militer Thailand bocor ke publik. Sementara Srettha didepak karena mengangkat eks pengacara yang pernah dipenjara ke jajaran kabinet.

Dengan pembubaran parlemen kali ini, Thailand kembali menuju pemilu yang diharapkan dapat membuka jalan bagi pemerintahan yang lebih stabil di tengah berbagai tekanan domestik maupun regional.

 

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Internasional Terbaru