Selasa, 30 Desember 2025

Waspadai Penularan Bunuh Diri Remaja Melalui Media


 Waspadai Penularan Bunuh Diri Remaja Melalui Media Mewaspadai pemberitaan di media. (Net)

JAKARTA, ARAHKITA.COM - Peristiwa bunuh diri yang menimpa artis usia remaja, kembali menyeruak. Penyanyi belia asal Korea, Goo Hara, ditemukan meninggal dunia. Meski pihak kepolisian setempat masih menyelidiki penyebab tewasnya artis yang banyak diidolai remaja ini, namun publik mulai mengambil kesimpulan bahwa kematian Goo Hara disebabkan karena depresi yang dialaminya. Hal inipun diakui manajernya yang sempat menyebut bahwa Goo Hara sedang berperang melawan depresi.

Serta merta media pun menggali sisi dramatis, masa-masa dimana artis remaja ini mengalami kegamangan terhadap rentetan masalah yang dihadapinya. Dikisahkan, bagaimana ini menjadi korban kekerasan atas perlakuan kekasihnya yang membuatnya stres, hingga kontrak keartisannya yang dihentikan saat namanya melambung di jagad hiburan.

Bagi penikmat berita berusia gosip, kisah-kisah memilukan itu menjadi 'cerpen hiburan' dikala penat. Namun bagi para usia remaja yang masih labil, apalagi mereka mengidolakan sang bintang secara berlebihan atau merasa mengalami nasib yang sama, berita-berita semacam ini menimbulkan minat yang berbeda, bahkan negatif.

Media dianggap sebagai 'petunjuk' mengatasi masalah

Sebuah penelitian tentang pemberitaan di media menyebutkan, remaja sebagai individu yang masih labil dengan mudah memasukkan informasi tentang bunuh diri yang dinilai sebagai jalan keluar untuk permasalahan serius yang menurut mereka tidak sanggup dihadapi, misalnya permasalahan dengan teman, nilai yang menurun dan di tingkat selanjutnya pada dewasa muda adalah urusan skripsi yang dinilai menyulitkan.

Film, merupakan fiksi yang paling mudah dipahami karena kita hanya perlu duduk didepan layar untuk menyaksikannya tampa berusaha membaca dan memahami. Adegan atau peristiwa dramatis yang paling disukai remaja dan dewasa muda adalah adegan romantis.

Adengan ini menggambarkan pengungkapan cinta kepada sang kekasih. Tak jarang, adengan ini diwujudkan dalam perilaku bunuh diri untuk membuktikan cinta atau berkorban untuk orang yang disayangi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika remaja dan dewasa muda menjadikan bunuh diri sebagai pembuktian cinta atau pengorbanannnya karena mengikiti adegan di dalam film.

Hal seperti ini dapat terjadi karena individu menurut teori belajar kognitif, sering kali belajar secara observasional dan melakukan permodelan melalui role model yang menurutnya tepat dengan dirinya. Role model adalah individu yang menjadi contoh bagiorang yang melakukan meodelling.

Mewaspadai pemberitaan di media

Dari sisi perkembangan, remaja merupakan individu labih yang masih melalui masa pencarian identitas dirinya. Stanley Hall mengatakan remaja merupakan masa topan dan badai (goncangan) sehingga rentan terhadap stress.

Penularan bunuh diri melalui media, dalam penelitian (yang telah disebutkan) dibuktikan dengan pemberitaan surat kabar tentang berita bunuh diri secara spesifik menunjukkan peningkatan angka bunuh diri yang tinggi selama dua bulan pasca berita tersebut dipublikasikan. Kasus bunuh diri tersebut memiliki subjek yang mayoritasnya dalam rentang umur yang sama dengan pelaku bunuh diri dalam pemberitaan tersebut.

Oleh sebab itu, dalam penelitian tersebut disarankan agar para kaum dewasa, semisal orangtua maupun guru, membantu remaja dalam menerima dan memahami pesan-pesan serupa. Karena media tidak bisa dikontrol atau dibatasi dalam menyajikan pemberitaan. Walapun beberapa kalangan pun berupaya agar media lebih bijak dalam menyajikan berita-berita ekstrim semacamnya.


Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Parenting Terbaru