Selasa, 30 Desember 2025

Reformasi Polri di Era Prabowo: SETARA Institute Tekankan Pentingnya Komisi Reformasi Kepolisian


  • Jumat, 19 September 2025 | 16:00
  • | News
 Reformasi Polri di Era Prabowo: SETARA Institute Tekankan Pentingnya Komisi Reformasi Kepolisian Sejumlah personel BKO Polda Kepri siap diberangkatkan menuju TPS tempat bertugas mengamankan pemungutan suara di Kepulauan Riau, Jumat (22/11/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

JAKARTA, ARAHKITA.COM – Rencana pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian (KRK) oleh Presiden Prabowo Subianto menuai sorotan. SETARA Institute menegaskan, komisi ini tidak boleh berhenti sebagai respons jangka pendek atau simbolis semata. Sebaliknya, KRK harus menjadi instrumen strategis yang mendorong percepatan transformasi Polri secara menyeluruh, baik dari sisi struktural maupun kultural.

Jika hanya bersifat kosmetik, pembentukan KRK berisiko dipandang publik sebagai gimik politik untuk meredam kritik tanpa menghadirkan perubahan berarti. SETARA menekankan, keberadaan komisi ini harus diarahkan pada agenda besar penguatan demokrasi di Indonesia.

Polri dan Tantangan Demokrasi

Dalam beberapa tahun terakhir, Polri menghadapi krisis kepercayaan. Lembaga ini bahkan disebut sebagai salah satu aktor yang turut memperburuk praktik demokrasi di Indonesia. Tanpa reformasi yang progresif, Polri dikhawatirkan justru menjadi pilar otoritarianisme baru, bukan penopang negara hukum.

Studi Desain Transformasi Polri (2024) yang dilakukan SETARA menemukan 130 masalah aktual di tubuh Polri, mulai dari penegakan hukum, pengawasan, pelayanan publik, hingga tata kelola organisasi. Dari jumlah tersebut, masalah kemudian dirangkum menjadi 12 tema utama, di antaranya posisi Polri dalam struktur ketatanegaraan, akuntabilitas penggunaan senjata api, tata kelola pendidikan, hingga hubungan antar lembaga.

Persepsi Para Ahli

Survei terhadap 167 ahli yang dilakukan SETARA menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan:

  • 61,6% menilai kepercayaan publik terhadap Polri buruk.
  • 49,7% menilai Polri tidak mendukung demokrasi.
  • 58,7% menilai integritas Polri dalam penegakan hukum tidak baik.
  • 46,1% menilai tata kelola kelembagaan Polri tidak transparan.

Namun, ada juga catatan positif, seperti digitalisasi layanan publik (misalnya SKCK online), yang dinilai cukup baik oleh 48,5% responden.

Agenda Prioritas Reformasi

Menurut SETARA, ada lima isu prioritas Polri yang harus ditangani lima tahun ke depan untuk mendukung visi Indonesia 2045:

  1. Akuntabilitas penegakan hukum.
  2. Pengawasan internal dan eksternal.
  3. Perlindungan dan pengayoman masyarakat.
  4. Transparansi pelayanan publik.
  5. Tata kelola organisasi dan SDM Polri.

Untuk mewujudkan hal itu, SETARA merancang 4 pilar transformasi Polri:

  1. Demokratis-Humanis → Polri yang ramah HAM, inklusif, dan partisipatif.
  2. Integritas-Antikorupsi → Polri yang bebas KKN dan adil dalam penegakan hukum.
  3. Proaktif-Modern → Polri profesional, adaptif, dan responsif.
  4. Presisi-Transformatif → Polri dengan SDM unggul, tata kelola pendidikan modern, serta kolaboratif.

Dari kerangka tersebut, lahir 12 agenda transformasi dan 24 strategi dengan 50 aksi nyata yang bisa dijalankan. Salah satu rekomendasi penting adalah memperluas kewenangan Kompolnas agar pengawasan eksternal Polri lebih efektif.

Tantangan Reformasi

Meski desainnya sudah jelas, jalan menuju reformasi Polri penuh tantangan. Mulai dari budaya kekerasan, minimnya akuntabilitas, hingga potensi intervensi politik masih menjadi pekerjaan rumah besar. Tantangan lain adalah keterbatasan digitalisasi di daerah, praktik pungutan liar, serta lemahnya rekrutmen Polwan dan isu kesetaraan gender.

KRK, Momentum Perubahan atau Sekadar Formalitas?

SETARA menilai, pembentukan KRK bisa menjadi momentum penting bagi demokratisasi sektor keamanan. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada independensi, transparansi, serta legitimasi politik yang kuat dari Presiden. Tanpa itu, KRK hanya akan menjadi catatan administratif yang mudah diabaikan.

Reformasi Polri, menurut SETARA, bukan sekadar kosmetik, melainkan agenda mendasar bagi konsolidasi demokrasi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Editor : Farida Denura

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

News Terbaru